mungkin rizqi anda :

Selamat Datang ! Selamat Membaca ! jumlah pengunjung dari negara: ...

free counters

Rabu, 05 Mei 2010

TAHLIL


Menyelenggarakan kegiatan pembacaan Al Qur’an, melafalkan dzikir : Tahlil, Tasbih , Tahmid, Sholawat dan berbagai dzikir lainnya kemudian menghadiahkan pahalanya kepada orang-orang yang telah meninggal dunia, sudah menjadi kebiasaan masyarakat Islam di berbagai Negara. Lantunan surat Yasin dan surat-surat lain dalam al Qur’an serta gemuruh tahlil dari lisan para peziarah, bukanlah pemandangan yang asing ketika kita memasuki sebuah rumah yang sedang berduka atau pemakaman.

Dengan khusyu’ , kerendahan hati dan prasangka baik kepada Allah yang maha Pemberi dan maha Pengampun, para ta’ziah atau pun peziarah melantunkan ayat-ayat suci dan kalimat dzikir. Mereka yakin, perbuatan tersebut akan bermanfaat bagi peziarah maupun yang diziarahi. Keyakinan seperti ini telah mengakar dalam diri setiap peziarah. Kebiasaan ini selanjutnya oleh masyarakat disebut sebagai Tahlilan.

Sayangnya, banyak orang yang belum mengetahui landasan hukumnya, sehingga tidak mau ikut serta dalam acara tersebut dan bahkan menentangnya. Oleh karena itu...

perlu kiranya landasan hukum amalan Tahlil dipahami.

Pembacaan Al Qur’an, Tahlil , Tasbih, Tahmid dan Sholawat merupakan salah bentuk dzikir kepada Allah SWT. Dan Allah telah memerintahkan kita semua untuk berdzikir kepada Allah SWT sebanyak mungkin dalam segala keadaan, berdiri,duduk maupun berbaring.

Dzikir merupakan salah satu sarana ibadah yang dapat mendekatkan seorang hamba kepada Allah secara cepat. Sayangnya, di saat dan tempat di mana manusia seharusnya lebih banyak berdzikir, mereka justru lalai dan tenggelam dalam kenikmatan duniawi. Di hadapan sesosok mayat, di pekuburan, di masjid, saat ini seringkali terdengar pembicaraan bisnis.

Di akhir jaman ini banyak orang yang tidak dapat memetik pelajaran dari sesosok jenazah yang terbujur kaku. Di hadapannya justru banyak orang yang berbincang-bincang tentang urusan duniawi, tidak berdzikir, apalagi membaca Al Qur’an. Padahal Allah memerintahkan kita untuk mengingat kematian, untuk mengingatNYA

Dari pada duduk diam tanpa arti, atau berbicara yang tidak bermanfaat, mengucapkan kalimat yang tidak berpahala di hadapan jenazah saudara kita sesama muslim, alangkah baiknya jika kita gunakan kesempatan tersebut untuk berdzikir kepada Allah dengan membaca al Qur’an, Tahlil, Tasbih, Tahmid , Sholawat dan berbagai bentuk dzikir lainnya. Paling tidak, orang yang berdzikir dan umat Islam yang hadir di sana mendapat manfaat darinya.

Usman bin Affan ra. berkata : “ Dahulu, setelah jenazah dikebumikan, Rasulullah saw, berdiri di depan makam dan bersabda : “ Mintakanlah ampun bagi saudara kalian ini, dan berdoalah agar ia diteguhkan ( dalam menjawab pertanyaan Malaikat ), sebab, saat ini ia sedang ditanya “ (HR Abu Dawud )
Hadis di atas mengajarkan agar kita mendoakan dan beristighfar memohonkan ampun bagi saudara-saudara kita yang telah meninggal. Jika istighfar dianjurkan, maka bentuk dzikir lainnya pun boleh dilakukan, sebab tidak ada Hadist yang melarangnya. Kita dianjurkan untuk berdzikir di manapun kita berada.
Tentang membaca al Qur’an di hadapan jenazah atau makam, Rasulullah saw bersabda : “ Bacakanlah surat Yasin kepada orang-orang yang meninggal dunia di antara kalian “ ( HR Abu Dawud dan Ibnu Majah )

Abdullah bin Abbas ra. Menjelaskan : “ Pada suatu hari bersama sejumlah sahabat, Rasulullah saw.melewati dua buah makam. Rasulullah saw bersabda : “ Kedua penghuni makam ini sesungguhnya sedang disiksa, dan keduanya disiksa bukan karena dosa besar ( dalam pandangan mereka ) penghuni makam yang satu ini semasa hidupnya ketika buang air kecil tidak menutupi dirinya, sedangkan yang lain suka mengadu domba.” Kemudian Rasulullah saw.mengambil sepotong pelepah daun korma yang masih basah dan membaginya menjadi dua. Setelah itu beliau menanamnya pada setiap makam. Para sahabat lantas bertanya : “ Wahai Rasulullah mengapa engkau melakukan hal ini ? Rasulullah saw menjawab : “ Semoga Allah meringankan siksa keduanya selama kedua pelepah korma tersebut belum kering “ ( HR Bukhori, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i , Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad )

Jika pelepah kurma dapat meringankan siksa seseorang, maka pembacaan Al Qur’an tentunya lebih utama. Umar bin Khattab ra berwasiat sebelum meninggal agar setelah selesai penguburan dibacakan untuknya pembukaan dan penutupan surat Al Baqoroh, tepat di samping kepala beliau.

Jelaslah bahwa pembacaan Al Qur’an di depan sebuah makam bukanlah sebuah perbuatan yang mengada-ada. Di samping tidak ada ayat maupun Hadist yang melarangnya, paling tidak kita akan mendapat manfaat antara lain :
1. pembacanya mendapat pahala
2. pendengarnya akan segan untuk membicarakan hal-hal yang tidak bermanfaat dan akan ikut mendengarkan serta membaca ayat yang dilantunkan
3. di tempat tersebut akan turun rahmat sehingga bermanfaat bagi kaum muslimin yang terkubur di sana

Bahwa dalam kegiatan Tahlil, kemudian diniatkan menghadiahkan pahalanya kepada orang-orang yang telah meninggal dunia, sementara beberapa orang mengatakan bahwa amal saleh seseorang tidak dapat dikirimkan kepada orang lain. Mereka menggunakan dasar alasan Ayat Al Qur’an surat AnNajm ayat : 39 yang artinya : Dan bahwasannya seorang manusia tidak akan memperoleh selain apa yang telah diusahakannya “

Ayat ini sering dijadikan dalil bahwa pahala amal saleh seseorang tidak dapat dikirimkan ( dihadiahkan) kepada muslim lainya. Menurut Ibnu Abbas ra, ayat 39 surat an Najm di atas telah di-mansukh oleh ayat 21 surat Thur yang artinya : “ Dan orang-orang yang beriman yang diikuti oleh keturunannya dengan keimanan, Kami hubungkan (kumpulkan) keturunannya itu dengan mereka (di dalam Surga) ; dan Kami (dengan itu) tidak mengurangi sedikitpun dari pahala amal-amal mereka “ surat Thur, ayat : 21 )

Dalam surat Thur ayat 21 di atas dinyatakan bahwa anak-anak cucu yang mengikuti leluhurnya dengan keimanan akan diletakkan di tempat yang sama meskipun tidak memiliki bekal amal yang sama. Mereka mendapat kedudukan yang tinggi berkat amal orang tuanya (leluhurnya)

Surat anNajm ayat: 39 yang sering dijadikan dalil pahala tidak dapat dikirimkan kepada orang lain, sebenarnya ayat ini turun untuk menjelaskan bagaimana syariat Nabi Musa dan Nabi Ibrohim. Dalam ayat-ayat surat anNajm sebelumnya dijelaskan:yang artinya : “ Ataukah belum diberitahukan kepadanya apa yang terdapat dalam lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janjinya, (yaitu ) bahwa seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain dan bahwasannya seorang manusia tidak akan memperoleh selain apa yang telah diusahakannya “ (An-Najm 36-39)

Dalam syariat kedua Nabi tersebut, seseorang hanya akan mendapatkan pahala dari amalnya sendiri, sedangkan dalam syariat Nabi Muhammad saw, mereka akan mendapatkan pahala amal mereka dan juga pahala amal orang lain yang diniatkan untuk mereka.

Surat AnNajm 39 ditujukan untuk orang kafir. Di dunia ini mereka akan mendapatkan balasan atas amal baik mereka, sehingga di Akherat nanti sudah tidak memiliki kebaikan lagi. Sebagaimana diriwayatkan bahwa ketika Abdullah bin Ubay ( pemimpin orang-orang munafik ) meninggal dunia
Rasullullah saw memberikan pakaian beliau untuk dijadikan kain kafannya. Hal ini dilakukan karena dahulu Abdullah bin Ubay pernah menghadiahkan pakaiannya kepada Sayidina Abbas ra, paman Rasulullah saw. Sehingga di akherat nanti Abdulah bin Ubay tidak memiliki kebaikan lagi. Lain halnya dengan seorang mukmin, ia akan mendapatkan pahala atas amalnya dan amal orang lain yang ditujukan untuknya.

Marilah kita bantu saudara-saudara kita yang berada di kubur, di alam barzakh, dengan mengirimkan do’a-doa kita kepada mereka dan bersedekah atas nama mereka !!!

Silahkan baca juga artikel di bawah ini...



Widget by Hoctro | Jack Book

2 komentar:

  1. Assalamualaikum Wr. Wb.
    Ada beberapa komentar yang ingin saya sampaikan semoga bermanfaat dalam rangka saling berwasiat dalam perkara yang haq dan kesabaran :
    1. Pembacaan Tahlil sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian saudara umat muslim di Indonesia menurut saya terbagi dalam dua bagian yang perlu disikapi.
    Pertama, bacaan tahlil, tahmid, dzikir dan doa doa yang dilantunkan adalah baik karena yang diucapkan sumbernya dari Al Quran dan juga hadits Rasulullan SAW.
    Kedua, pembacaan "TAHLIL" secara khusus pada hari pertama, kedua, ketiga s.d hari ketujuh. bahkan ada yang mengulanginya pada hari ke 40, 100 dan 1000 inilah yang tidak baik, bahkan termasuk bid'ah yang sesat. Tidak ada satupun keterangan dijaman nabi , sahabat, Tabiin dan Tabiit tabiin sampai dengan jaman para salafus shalih yang melakukan hal yang demikian. Kalau argumentasinya seperti yang diuraikan di atas bahwa hal tersebut baik-baik saja daripada ngerumpi atau membicarakan yang bukan-bukan maka hal ini kurang tepat. Seandainya hal tersebut merupakan bagian peribadahan yang baik, kenapa Rasulullah SAW yang mulia beserta para sahabatnya sampai dengan generasi salafus shalih tidak ada yang melakukan hal tersebut seperti yang banyak dilakukan oleh umat muslim kita di Indonesia. Secara tidak langsung kita sudah menuduh bahwa beliau yang mulia Rasuullah SAW tidak papipurna memberikan contoh dalam menjalankan syariat agama ini. Bukankah peristiwa kematian tidak hanya terjadi di Indonesia dan dijaman sekarang ini tetapi sudah terjadi dibelahan bumi lainnya dan di jaman Rasulullah. Seandainya perbuatan "TAHLIL" tersebut merupakan syariat dalam agama ini tentunya orang yang paling pertama mengamalkan dan memberi contoh adalah Rasulullah SAW beserta para sahabatnya.
    Demikian komentar saya semoga bermanfaat.

    Wassalamu'alaikun Wr. WB
    Ajum Muhtar - Jakarta

    BalasHapus
  2. بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

    Assalamualaikum Wr. Wb.

    Alhamdulillah Agama Islam adalah agama yang sempurna, tidak ada satu perkarapun semuanya telah di jelaskan dalam alqur’an dan al Hadits yang shohih.

    Ahlussunnah tidaklah mereka berbicara melainkan dengan Dalil dari al Qur’an dan Assunnah yang dipahami para salafush shaleh.

    “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama Islam bagi kalian, dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian serta Aku ridha Islam menjadi agama kalian.” (Al Maidah: 3)

    “Maka jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Ar Rasul (As Sunnah), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Yang demikian itu lebih utama bagi kalian dan lebih baik akibatnya.” (An Nisaa’: 59)


    مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقَرِّبُ مِنَ الْجَنَّةِ وَيُبَاعِدُ مِنَ النَّارِ إِلاَّ قَدْ بُيِّنَ لَكُمْ
    “Tidak ada suatu perkara yang dapat mendekatkan kepada Al Jannah (surga) dan menjauhkan dari An Naar (neraka) kecuali telah dijelaskan kepada kalian semuanya.” (H.R Ath Thabrani)


    مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

    “Barang siapa yang beramal bukan diatas petunjuk kami, maka amalan tersebut tertolak.” (Muttafaqun alaihi, dari lafazh Muslim)

    kaidah ushul fiqh
    فَالأَصْلُ فَي الْعِبَادَاتِ البُطْلاَنُ حَتَّى يَقُوْمَ دَلِيْلٌ عَلَى الأَمْرِ

    “Hukum asal dari suatu ibadah adalah batal, hingga terdapat dalil (argumen) yang memerintahkannya.”

    “Maukah Kami beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya”. (Al Kahfi: 103-104)

    Wassalamu'alaikum Wr. WB

    awam - Bumiayu

    BalasHapus