mungkin rizqi anda :

Selamat Datang ! Selamat Membaca ! jumlah pengunjung dari negara: ...

free counters

Minggu, 19 Desember 2010

SEJARAH AWAL PERKEMBANGAN ILMU 2


Zaman Yunani ( abad 7 SM – 6 M )



Zaman Yunani dipandang sebagai masa kelahiran pemikiran kritis reflektif manusia, karena pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya. Bangsa Yunani pada masa ini tidak lagi mempercayai dongeng atau mitos yang diterima dari nenek moyangnya yang memberitahukan tentang asal mula segala sesuatu, baik dunia maupun manusia. Mereka mulai menumbuhkan sikap yang senang menyelidiki segala sesuatu secara kritis. Akal manusia tidak puas ...

dengan keterangan dari dongeng atau mitos karena tidak dapat dibuktikan dengan akal. Oleh karena itu para pemikir pertama adalah orang – orang yang mulai meragukan mitos dan mulai mencari-cari dengan akalnya dari mana asal alam semesta yang menakjubkan itu. Sudah barang tentu kemenangan akal atas mitos itu tidak terjadi dengan tiba-tiba. Kemenangan itu diperoleh berangsur-angsur, berjalan hingga berabad-abad.
Pada hakekatnya kelahiran cara berpikir kritis di Yunani merupakan suatu revolusi yang besar . dengan revolusi itu, manusia mulai melhat bahwa dunia dan gejal-gejala hidup di dalamnya merupakan kenyataan-kenyataan obyektif yang dapat diamati dan dipelajari secara sistematis.
Awal pergumulan akal dengan mitos terjadi pada kira-kira abad ke-6 SM. Pergumulan itu umpamanya demikian : menurut mitos, pelangi atau bianglala adalah seorang dewa atau dewi ( menurut orang Jawa : tangga tempat para bidadari turun dari sorga ). Akan tetapi Xenophanes mengemukakan pendapatnya, bahwa pelangi adalah awan, sedang Anaxagoras berpendapat, bahwa pelangi itu pemantulan matahari pada awan. Jelaslah bahwa pendapat kedua orang ini bukan karena mitos, melainkan karena penggunaan akal, yang mendekati gejala pelangi dengan pikirannya. Pendekatan rasional yang demikian itu menghasilkan pendapat yang dapat dikontrol, dapat diteliti akal dan dapat diperdebatkan kebenarannya.
Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap menerima begitu saja segala sesuatu ( receptive mind ), melainkan menumbuhkan suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis. Mereka tidak menerima pengalaman-pengalaman secara pasif-reseptif, karena bangsa Yunani memiliki an inquiring attitude, an inquiring mind. Sikap seperti inilah yang menjadi cikal bakal tumbuhnya ilmu pengetahuan modern. Sikap kritis ini pulalah yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli-ahli piker terkenal sepanjang masa.

Untuk menggambarkan perubahan-perubahan yang terjadi, akan diajukan beberapa nama ahli filsafat. Tetapi sebelum itu perlu ditekankan bahwa pada jaman tersebut , arti “filsafat” lebih luas daripada sekarang. “Filsafat” meliputi semua pengetahuan manusia, antara lain yang kita kenal sekarang sebagai ilmu pasti, ilmu fisika, ilmu social, ilmu hokum dan sebagainya. Oleh karena itulah filsafat sering dinyatakan sebagai Induk pengetahuan ( matter scientiarum ) .

Pemikir pertama yang mengembangkan hasil pemikirannya ialah Thales dari Miletos ( + 624 – 548 SM ), yang sehari-harinya dikenal sebagai pedagang, negarawan, ahli matematika dan astronomi. Ia dianggap sebagai orang pertama yang mempertanyakan dasar dari alam dan isi ala mini. Thales tidak dapat menerima kenyataan begitu saja, bahwa di bumi ini ada air, udara, awan, kayu, batu, hewan-hewan, dan lain-lain. Hal-hal yang banyak itu dianggapnya sebagai gejala ( phenomena ) belaka. Dalam pikirannya timbul pertanyaan : dari apakah hal-hal yang berbeda-beda itu dibuat ? Tidakkah sebenarnya bahan dasarnya terbatas sedangkan gejalanya-lah yang banyak sekali.
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat bermacam-macam. Ada jawaban yang menyatakan bahwa semua dibuat dari air. Ada pula yang menyatakan bahwa semua dibuat dari udara, api , tanah dan lain-lai. tetapi dalam rangka membicarakan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, yang terpenting adalah bukanlah jawaban yang diberikan, melainkan mengapa diajukan pertanyaan tersebut. Mengapa pertanyaan tersebut dianggap sangat penting untuk ilmu pengetahuan.
Menurut Slamet Iman Santoso ( 1977 : 30-31 ) ada tiga alasan mengapa pertanyaan Thales dianggap penting. Pertama , secara historis, sejak Thales menyusun pertanyaan itu hingga sekarang , soal tadi masih merupakan persoalan. Meskipun sekarang kita sudah mengenal electron, meson, proton dan sebagainya, tetap saja ada pertanyaan : apakah electron itu ?, adakah dasar yang lebih mendasarinya ?. Dengan kata lain, pertanyaan Thales merupakan pertanyaan yang terus-menerus dipertanyakan ( persistent ) dan menyebabkan pemeriksaan dan penelitian yang terus-menerus pula. Singkatnya , pertanyaan itu merupakan suatu motor yang mendorong pemikiran dan penyelidikan . Pertanyan yang demikian sifatnya disebut pertanyaan yang signifikan ( a significant question ) . Kedua, pertanyaan tersebut telah menyebabkan timbulnya suatu konsep baru, yaitu “ suatu hal tidak begitu saja ada, melainkan terjadi dari ….”.Dengan kata lain, timbul suatu konsep tentang perkembangan, suatu evolusi. Dalam istilah modern, konsep tersebut dikenal sebagai konsep tentang adanya proses perkembangan ( developmental process ) , dan ketiga, pertanyaan Thales tidak timbul dalam kehidupan masyarakat sehari-hari yang masih didasarkan pada know how dan receptive attitude, .Pertanyaan demikian hanya timbul dalam pemikiran orang atau kalangan tertentu, yang berpikir selangah lebih maju dari kehidupan sehari-harinya.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, jawaban yang diberikan atas pertanyaan Thales dapat bermacam-macam. Di samping itu jika ditinjau dari kacamata zaman sekarang , jawaban yang diberikan pada masa itu salah sama sekali. Dalam sejarah ilmu pengetahuan terbukti bahwa pertanyaan yang signifikan tersebut selalu menimbulkan rangkaian jawaban yang pada awalnya selalu tidak benar, tetapi lambat laun mengalami perbaikan terus-menerus, dan makin lama makin mendekati kebenaran ( Santoso, 1977 : 31 ).
Di samping memulai dan merumuskan pertanyaan signifikan, Thales pernah meramalkan terjadinya gerhana bulan, yang ternyata terjadinya sesuai dengan ramalannya. Kemampuan tersebut kiranya berdasarkan pengetahuan yang telah ada pada zaman Babylonia dan Mesir yang mendahului zaman Yunani ini.
Anaximander atau Anaximandros ( 610 – 540 SM ) merupakan murid dari Thales. Anaximander mengarang sebuah risalah dalam bentuk prosa ( yang pertama dalam kesusasteraan Yunani ), tetapi sekarang tinggal satu fragmen saja. Anaximander mempunyai jasa-jasa dalam biang astronomi dan geografi, sebab dialah orang Yunani pertama yang membuat peta daerah – daerah di dunia yang telah ia ketahui. Usahanya dalam geografi ini dilanjutkan oleh Heraklaitos.
Anaximander menyatakan bahwa bumi berbentuk silinder, yang lebarna tiga kali lebih besar dari tingginya. Menurutnya bumi tidak bersandar pada sesuatu apapun. Bumi tidak jatuh karena kedudukannya persis dalam pusat jagad raya, dengan jarak yang sama terhadap suatu benda lain. Akibatnya , tidak ada alasan yang menyebabkan bumi jatuh. Ia juga mengemukakan bahwa paa malam hari , matahari terletak di bawah bumi.
Pada ajaran Anaximander juga dijumpai titik ajaran yang mengherankan bagi orang modern, sebab sudah mirip dengan teori evolusi yang dirumuskan 24 abad sesudahnya melalui buku On the origin of species by means natural selection , karangan Charles Darwin. Ia menyatakan bahwa mahluk hidup yang sempurna berasal dari yang sederhana.
Ahli filsafat ketiga dari Miletos ialah Anaximenes ( 550 – 475 SM ) yang berpendapat bahwa unsure utama benda ialah udara. Udara melahirkan semua benda dalam alam melalui proses pemadatan dan pengenceran (condensation and rarefaction ). Kalau udara semakin bertambah kepadatannya, maka muncullah berturut-turut angin, air, tanah dan akhirnya batu. Sebaliknya , kalau udara itu menjadi encer, yang timbul ialah api. Menurut Anaximenes, bumi berupa “ meja bundar “ , melayang di udara. Demikian juga matahari , bulan , bintang – bintang laksana sehelai daun yang melayang-layang di udara. Matahari lenyap pada waktu malam hari , karena tertutup di belakang bagian-bagian yang tinggi.
Seorang tokoh pemikir lain, yaitu Pythagoras (580 – 500 SM ). Ia dilahirkan di Samos ( daerah Ioni ), tetapi kemudian berada di Kroton ( Italia Selatan ) . Kira – kira 20 tahun, ia menetap di daerah tersebut dan mendirikan perkumpulan dan kelompoknya disebut Pythagorean atau kaum Pythagoras, yang mirip dengan masyarakat ilmuwan pada zaman sekarang.
Pythagoras dikenal sebagai filsuf dan ahli ukur. Ia berpendapat bahwa seluruh kenyataan di dunia disusun dari bilangan-bilangan atau angka-angka dan mewujudkan suatu keselarasan yang harmonis, yang memperdamaikan hal-hal yang saling berlawanan. Unsure-unsur bilangan terdapat pada segala sesuatu yang ada. Unsure-unsur bilangan itu ialah : genap dan ganjil, terbatas dan tidak terbatas. Suatu harmoni atau keselarasan ( misalnya dalam oktaf ) dihasilkan oleh penggabungan hal-hal yang saling berlawanan, yaitu bilangan ganjil dan genap.
Pythagoras percaya bahwa benda-benda mempunyai bentuk dan terdiri atas bentuk-bentuk yang teratur. Sementara itu bentuk-bentuk yang teratur, terusun oleh bilangan atau angka. Oleh karena itu ia berpendapat bahwa pada dasarnya benda-benda di alam terdiri atas bilangan atau angka. Ia menyatakan tentang bilangan asli, bilangan genap, bilangan ganjil dan bilangaan prima. Ia menemukan hubungan antara kuadrat bilangan asli dengan jumlah bilangan ganjil, misalnya :
1 kwadrta = 1
2 kwadrat = 1 + 3
3 kwadrat = 1 + 3 + 5
4 kwadrta = 1 + 3 + 5 + 7
dan seterusnya
Pythagoras juga membuat penemuan dalam bidang musik. Ia menyatakan bahwa interval-interval yang utama dari tangga nada dapat diekspresikan dengan perbandingan antara bilangan-bilangan. Dengan demikian oktaf sesuai dengan perbandingan 1 : 2, kuint sesuai dengan perbandingan 2 : 3 dan kuart sesuai dengan perbandingan 3 : 4. Penemuan ini dihasilkan dengan membagi tali monochord ( alat musik yang mempunyai satu tali saja ), lalu membandingkan ukuran bagian-bagian tali dengan nada-nada yang dikeluarkannya. Anehnya bahwa yang memainkan peranan dalam perbandingan-perbandingan ini adalah keempat bilangan yang pertama dan mereka bersama-sama menghasilkan bilangan 10. Oleh karena itu kaum Pythagoras menganggap bahwa bilangan 10 sebagai angka keramat dan disebut sebagai tetraktys.
Penemuan Pythagoras ini mempunyai konsekwensi besar, karena untuk pertama kalinya dinyatakan bahwa suatu gejala fisis, yakni nada-nada, dikuasai oleh hukum matematis. Ini berarti kenyataan atau realitas dapat dicocokkan dengan kategori-kategori matematis dari rasio manusia. Ilmu pengetahuan modern sama sekali bersandar pada prinsip ini. Kelak kemudian hari , Galileo Galilei juga menyatakan bahwa alam ditulis dalam bahasa matematika.
Penemuan Pythagoras yang penting lainnya adalah tentang hukum atau dalil yang berlaku bagi segitiga siku-siku dengan sisi tegak a dan b, dan sisi miring c. Hukum atau dalil Pythagoras, yaitu a2 + b2 = c2, sedangkan jumlah sudut dari suatu segitiga sama dengan 180’. Dengan dalil Pythagoras ini terbuktilah bahwa sudut siku-siku yang dibuat oleh orang Mesir memang benar, sebab segitiga yang terbuat dari tali yang panjangnya 3,4 dan 5 satuan itu memenuhi dalil Pythagoras, yaitu 3 kwadrat + 4 kwadrat = 5 kwadrat.
Berbeda dengan filsuf Yunani lain, Leucippos ( 440 SM ) dari Miletos, dan Democritos ( + 460 – 370 SM ) dari Abdera, mempunyai pendapat sama tentang benda-benda di alam semesta. Kedua orang ini berpendapat bahwa benda-benda terdiri atas bagian-bagian kecil yang tak dapat dibagi-bagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Bagian-bagian yang paling kecil dan tidak dapat dibagi-bagi lagi ini disebut atom. Kata atom berasal dari kata a yang berarti tidak, dan tomos yang berarti dibagi.
Leucippos berpendapat bahwa atom-atom dalam tiap benda berikatan satu dengan lainnya. Atom merupakan bagian-bagian materi yang begitu kecil, sehingga mata manusia tidak mampu mengamatinya. Atom – atom juga tidak adapat hilang dan tidak dapat ditimbulkan dari ketiadaan . Atom-atom senantiasa bergerak dengan sendirinya dalam ruang kosong. Oleh karena itu ia berpendapat bahwa alam semesta ini pada dasarnya terdiri atas “ yang penuh “ dan “ yang kosong “
Pendapat Leucippos didukung oleh Democritos, salah seorang muridnya. Democritos berpendapat bahwa setiap atom tidak dijadikan, tidak termusnahkan dan tidak berubah. Atom yang satu tidak dibedakan dengan atom yang lain dalam kualitas. Semua atom adalah sama. Yang berbeda adalah bentuknya ( seperti bentuk huruf A berbeda dengan bentuk huruf N ), juga urutan penempatannya ( seperti urutan-urutan huruf AN berbeda dengan NA ), serta posisinya ( seperti posisi huruf N berbeda dengan huruf Z ). Democritos juga menyatakan bahwa pada benda padat, ikatan antara atom-atom lebih kuat daripada dalam benda cair.
Seorang tokoh pemikir Yunani yang berpengaruh terhadap perkembangan ilmu adalah Socrates ( 470 – 399 SM ) . Socrates tidak meninggalkan teori-teori ilmu tertentu, akan tetapi ia memberikan sumbangan pemikiran kritis melalui metode yang dikembangkannya. Metode Socrates dinamakan dialektika yang berasal dari kata dialegestai yang berarti bercakap-cakap atau dialog.
Pada dasarnya dialektika dilaksanakan sekurang-kurangnya oleh dua orang, si A mengajukan soal, soal tersebut disebut thesis. Kemudian B membahas atau mengkritik thesis tersebut. Pembahasan si B disebut antithesis. Pelontaran thesis dan antihtesis tersebut berulangkali dan diharapkan dapat diakhiri dengan suatu kesimpulan, yaitu suatu syntehesis. Singkatnya , metode dialektika tersebut menunjukkan rangkaian thesis – antithesis – synthesis . Kelak metode ini dikembangkan oleh seorang filsuf Jerman bernama G.W.F. Hegel
Metode dialektika yang dikembangkan Sokrates juga dikenal sebagai Maieutika Tekhne ( ilmu kebidanan ), karena dengan cara ini Sokrates bertindak layaknya seorang bidan yang menolong untuk melahirkan , dalam hal ini menolong untuk melahirkan pengertian yang kebenaran. Dengan metode tersebut terkadang Sokrates mendatangi orang yang dia pandang memiliki otoritas keilmuan dalam bidangnya untuk diajak berdiskusi tentang pengertian-pengertian tertentu. Misalnya ia mendatangi seorang hakim untuk berdiskusi tentang konsep keadilan. Ia mamancing orang tersebut untuk melahirkan pendapat tentang konsep tertentu yang dipersoalkan, sekaligus mengajukan bantahan, sehingga diperoleh pengertian sejati tentang konsep tersebut. Kadangkala ia menyudutkan seseorang dalam diskusi, sehingga orang tersebut meragukan pendapatnya sendiri tentang pengertian yang selama ini dipandangnya sebagai hal yang benar.
Dengan cara kerja seperti yang dijelaskan di atas, Sokrates menemukan suatu cara berpikir yang disebut induksi, yaitu penyimpulan pengetahuan yang sifatnya umum dengan berpangkal tolak dari banyak pengetahuan yang khusus. Umpamanya : banyak orang yang menganggap keahliannya sebagai keutamaannya ( sebagai pandai besi, tukang sepatu dll.) seorang pandai besi berpendapat bahwa keutamaannya ialah jikalau ia membuat alat – alat dari besi dengan baik. Seorang tukang sepatu menganggap sebgai keutamaannya jikalau ia membuat sepatu yang baik. Demikian seterusnya. Untuk mengetahui apakah “ keutamaan “ pada umumnya, sifat khusus keutamaan-keutamaan yang bermacam-macam itu harus disingkirkan, sehingga tinggallah keutamaan yang sifatnya umum. Dengan demikian dengan induksi juga sekaligus ditemukan apa yang disebut definisi umum. Definisi umum pada waktu itu belum dikenal. Sokrateslah yang menemukannya dan ternyata hal itu sangat penting artinya bagi pengetahuan.
Salah seorang pemikir pada zaman Yunani Kuno yang lain adalah Plato (427 – 347 SM ) , salah seorang murid Sokrates. Plato berusaha untuk memadukan polemic antara Parmenides dan Herakleitos. Parmenides menganggap bahwa realitas itu berasal dari hal yang satu ( the one ) , yang tetap, tidak berubah; sedangkan Herakleitos bertitik tolak dari hal yang banyak ( the Many ) yang selalu berubah. Plato memadukan kedua pandangan tersebut dan menyatakan bahwa di samping hal-hal yang beraneka ragam dan yang dikuasai oleh gerak serta perubahan-perubahan itu, sebagaimana yang diyakini oleh Herakleitos, tentu ada yang tetap, yang tidak berubah, sebagaimana yang diyakini oleh Parmenides. Plato menunjukkan bahwa yang serba berubah itu dikenal sebagai pengamatan, sedangkan yang tidak berubah dikenal sebagai idea atau akal ( Hadiwiyono, 1992 40;Bertens, 1991:106 ). Misalnya , dalam pengamatan manusia mengenal segitiga yang bermacam-macam, ada yang sama sisi, siku-siku. Ada yang besar , kecil dan lain-lain. Segala macam segi tiga tersebut dikenal melalui proses pengamatan. Akan tetapi dengan akal, manusia sampai pada pengertian segitiga seperti keadaannya yang sebenarnya, yang tetap, yang tidak berubah, yang kekal, yang tidak tergantung pada segitiga yang diamati. Demikian juga haknya dengan “ yang baik “ , “ yang benar “ dan “: yang indah “. Dengan melalui akal, manusia mengenal yang baik ( kebaikan ) , yang benar ( kebenaran ) dan yang indah ( keindahan ).
Plato juga sangat memperhatikan ilmu pasti sebgaia peninggalan Pythagoras, sebab ada hubungan yang erat antara kepastian matematis dengan kesempurnaan ide. Kerikatan Plato pada kesempurnaan ide dan kepastian matematis menjadikannya lebih memusatkan penelitian kepada cara berpikir ( aspek metodis ) daripada apa yang dapat dialami atau yang dapat ditangkap oleh indera. Oleh karena itu Plato dapat dikatakan sebagai seorang eksponen rasionalisme manakala ia hendak menerangkan sesuatu, namun ia juga seorang eksponen idealisme manakal menerangkan nilai ( aksiologis ).
Dalam bidang lain , perkembangan pengetahuan kedokteran di Yunani berkembang dengan baik atas jasa Hipokrates ( 460 – 377 SM ), seorang yang mendapat sebuatn : “ Bapak Kedokteran “ . Apa yang dilakukan Hipokrates serta pendapatnya tentang kedokteran menjadi pedoman yang masih berlaku hingga sekarang. Dalam perguruan Hipokrates diajarkan berbagai eksperimen baik dalam anatomi maupun fisiologi dan embriologi. Banyak tulisan Hipokrates di Cos yang amat berguna dan merupakan sumbangan besar bagi perkembangan pengetahuan modern. Tulisan-tulisannya meliputi banyak bidang , antara lain tentang kedokteran klinis, demam akut terutama yamng berkaitan dengan penyakit paru-paru, cara-cara pembedahan, tentang bermacam-macam luka dan patah tulang. Dari tulisan-tulisannya tampak bahwa cara-cara penyembuhan atau pengobatan terhadap penyakit bebas dari pengaruh mistik . sebuah dokumen yang terkenal hingga sekarang ialah Sumpah Hippocrates. Dokumen ini berisi sikap professional serta etika kedokteran.
Seorang ahli filsafat Yunani yang sangat terkenal karena ia mempunyai pengetahuan yang luas dalam berbagai bidang ialah Aristoteles ( 384 – 322 SM ). Ayahnya adalah seorang dokter pada istana raja Macedonia , Amyutas II . Sejak kecil ia gemar mempelajari pengetahuan kedokteran dari ayahnya. Di samping biologi dan fisika. Aristoteles juga mempelajari pengetahuan lain seperti matematika,astronomi, dan cara-cara berpidato. Ia pernah menjadi murid Plato, penasehat dan guru Alexander Agung. Ajaran Aristoteles paling tidak dapat diklasifikasi dalam tiga bidang, yaitu : logika, metafisika, dan biologi.
Dalam bukunya tentang Logika, Aristoteles menyatakan bahwa pengetahuan baru dapat dihasilkan melalui dua jalan. Jalan pertama, disebut induksi. Dengan bertitik tolak dari kasus-kasus khusus, induksi menghasilkan pengetahuan tentang yang umum. Dengan kata lain, induksi bertitik tolak dari beberapa contoh dan atas dasar itu menyimpulkan suatu hukum umum yang berlaku juga bagi kasus – kasus yang belum diselidiki. Jalan kedua disebut deduksi. Deduksi bertitik tolak dari dua kebenaran yang tidak disangsikan, dan atas dasar itu menyimpulkan kebenaran yang ketiga. Induksi tergantung pada pengetahuan inderawi , sedangkan deduksi sama sekali lepas dari pengethuan inderawi. Oleh karena itu Aristoteles menganggap bahwa deduksi sebagai jalan sempurna menuju ke pengetahuan baru. Induksi tidak mendapat banyak perhatian dalam logika Aristoteles.
Salah satu cara bagaimana Aristoteles mempraktekkan deduksi adalah dengan menggunakan silogisme. Inilah penemuan Aristeles yang terbesar dalam bidang logika. Silogisme adalah argumentasi yang terdiri dari tiga proposisi. Pertama, premis mayor sebagai pernyataan pertama yang mengemukakan hal umum yang telah dikaui kebenarannya. Kedua, premis minor sebagai pernyataan yang bersifat khusus dan lebih kecil lingkupnya dari pada premis mayor, Ketiga, kesimpulan atau konklusi ( conclusion ) yang ditarik berdasarkan kedua premis tersebut di atas. Dengan demikian silogisme merupakan suatu bentuk jalan pemikiran yang bersifat deduktif, yang kebenarannya bersifat pasti. Jika premis m,ayor dan premis minor benar, maka kesimpulannya pasti benar juga.
Contoh : Semua mahluk hidup pasti mati
Manusia termasuk mahluk hidup
Manusia pasti akan mati
Dengan menyusun logika ini Aristoteles telah memulai usaha yang sangat penting dalam ilmu pengetahuan, yaitu sebagai sarana berpikir yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara umum.
Bidang lain yang mendapat perhatian Aristoteles adalah metafisika. Fisika adalah pengetahuan yang berkaitan dengan benda-benda dan bertitik tolak dari dasar pemikiran bahwa benda itu ada. Setelah adanya benda maka fisika berkaitan dengan masalah sifat benda-benda tersebut. Jadi fisika semata-mata berlandaskan sifat benda yang berasal dan dimiliki oleh benda tersebut. Sementara itu metafisika berusaha mencari jawaban atas masalah yang ada di luar fisika atau hal-hal yang di belakang gejala-gejala fisik.
Aristoteles tidak hanya dikenal sebagai filsuf, tetapi ia juga adalah ilmuwan kenamaan pada zamannya. Salah satu bidang ilmu yang banyak mendapat perhatiannya adalah biologi. Dalam embriologi, ia melakukan pengamatan mengenai perkembangan telur ayam sampai terbentuknya kepala ayam. Ia juga melakukan pemeriksaan anatomi badan hewan, antara lain bentuk arogenital apparatus beberapa hewan. Aristoteles mementingkan aspek pengamatan sebagai suatu sarana untuk membuktikan kebenaran sesuatu hal, terutama dalam ilmu-ilmu empiric.
Dalam bidang politik, Aristoteles memberikan sumbangan besar melalui ajarannya tentang negara. Ia menyatakan bahwa manusia adalah zoon politikon , makhluk social, mahluk hidup yang membentuk masyarakat. Demi keberadaannya dan demi penyempurnaan dirinya diperlukan persekutuan dengan orang lain. Untuk keperluan itu diperlukan Negara. Negara bertujuan untuk memungkinkan hidup dengan baik seperti halnya dengan segala lembaga yang lain. Oleh karena itu tidak semua bentuk Negara adalah baik. Menurutnya bentuk Negara yang buruk ialah tirani ( pemerintahan seorang yang lalim ) , oligarkhi ( pemerintahan sekelompok kecil orang ) dan demokrasi ( pemerintahan seluruh rakyat, kaya, miskin, berpendidikan atau tidak ) . Negara yang demikian tidak mungkin mencapai tujuannya. Sebaliknya, menurutnya susunan Negara yang tergolong ideal adalah Negara monarkhi ( pemerintahan oleh seorang raja ) atau aristokrasi ( pemerintahan kaum ningrat ) atau politea ( pemerintahan banyak orang ). Dalam prakteknya , yang paling baik adalah ialah politea, yang bersifat demokratis-moderat, atau demokrasi dengan undang-undang dasar, sebab hak memilih dan dipilih bukan ada pada setiap orang, melainkan pada golongan tengah. Bentuk pemerintahan inilah yang menurut Aristoteles memberi jaminan yang terkuat bahwa pemerintahan akan bertahan lama dan akan dihindarkan dari perbuatan-perbuatan yang berlebih-lebihan.
Sementara itu dalam bukunya mengenai langit , Aristoteles mampu mengemukakan dua argument yang baik untuk meyakinkan orang bahwa bumi berupa bola yang bulat, bukannya piring datar. Pertama, ia menyadari bahwa gerhana bulan disebabkan oleh bumi yang berada antara bulan dan matahari.
Bayangan bumi pada permukaan bulan selalu bundar. Ini hanya mungkin bila bumi bulat. Seandainya bumi berupa piring datar, bayangan itu tentu memanjang dan lonjong dan hanya akan bundar apabila matahari berada tepat di bawah pusat piring itu. Kedua , dari perjalanan yang dilakukan , orang Yunani tahu bahwa Bintang Utara tampak lebih rendah di langit bila pengamat berada lebih ke selatan ( karena terletak di atas kutub utara, Bintang Utara itu berada tepat di atas ubun-ubun seorang pengamat di kutub utara,dan di atas horizon bila berada di katulistiwa ). Posisi bintang itu berlainan bila diamati di Mesir dan di Yunani . Dari selisihnya , Aristoteles bahkan dapat memperkirakan bahwa keliling bumi sekitar 400.000 stadia ( Hawking, 1994 : 2 )
Aristoteles menduga bahwa bumi tetap di tempat, dan matahari , bulan, planet dan bintang mengikuti garis edar melingkar mengitari bumi. Ia yakin karena merasa bahwa bumi merupakan pusat jagat raya, dan gerakan melingkar adalah gerakan yang paling sempurna. Gagasan Aristoteles ini dikerjakan lebih lanjut oleh Ptolomeus dalam abad ke-2 SM. Menjadi suatu model kosmologi yang lengkap. Bumi berada di pusat, dikelilingi oleh delapan bola yang mengangkut bulan, matahari , bintang dan lima planet yang dikenal waktu itu, yaitu Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, dan Saturnus. Planet – planet itu bergerak sepanjang lingkaran yang lebih kecil yang melekat pada bola masing-masing.
Pada sekitar 300 SM sampai awal tahun Masehi, Kota Alexandria menjadi pusat kebudayaan Yunani, pusat pengetahuan, pemerintahan dan kota niaga yang ramai dikunjungi oleh berbagai bangsa. Pada masa itu banyak para cendekiawan dan budayawan Yunani pindah dan menetap di Alexandria. Beberapa ahli pengetahuan dan filsafat Yunani yang memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu antara lain Euclid, Apollomeus, Archimides, Aristoteles, Hippocrates , Herophilus, Erasestratus dan Claudio Ptolomeus ( Poedjadi, 1987 : 38-40 ) .
Euclid adalah seorang ahli matematika bangsa Yunani yang hidup antara tahun 365 – 300 SM. Ia dikenal menulis buku tentang matematika sebanyak 13 jilid. Sumbangan utama Euclid adalah bidang geometri yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan pengetahuan seperti astronomi dan fisika, serta kegunaan yang bersifat praktis. Geometri ini sudah lama dikenal di Mesir karena adanya kebutuhan mengukur luas tanah-tanah pertanian yang hilang batas-batasnya karena banjir setiap tahun dari sungai Nil. Karya Pythagoras merupakan sumbangan besar bagi perkembangan Geometri.
Usaha Euclid tidak hanya mengumpulkan karya-karya ahli terdahulu tetapi juga menuliskan buah karyanya sendiri dan menyusunnya secara sistematis. Oleh karena itu sampai sekarang pokok-pokok sistematisnya masih menjadi contoh dalam menyusun ilmu pasti.
Sebagai permulaan sistematiknya, mula-mula ditetapkan beberapa pengertian pokok, seperti arti titik, garis, bidang dan lain-lain. Kemudian disusunlah sejumlah aksioma, yaitu pengertian yang sudah jelas dengan sendirinya sehingga tidak perlu dibuktikan lagi. Selanjutnya atas dasar pengertian pokok dan aksioma itu, disusunlah dalil-dalil tertentu. Kata-kata itu tidak dapat diterangkan dengan apapun, sehingga diterima sebagai seolah-olah dimengerti. Sikap demikian terpaksa ditentukan, karena tanpa ketentuan ini penyusunan sistematik tidak dapat dimulai. Atas adasr ketentuan itu kemudia disusun sejumlah aksioma. Aksioma itu sedemikian masuk akalnya, sehingga tidak perlu dibuktikan,nahkan mungkin tidak dapat dibuktikan sama sekali. Misalnya , antara dua titik hanya dapat ditarik satu dan hanya satu garis lurus”. Aksioma lain misalnya. “ dua garis lurus dalam suatu bidang datar hanya dapat berpotongan pada satu titik. “ atau “ luas segitiga adalah alas kali garis tinggi di atas alas tersebut, dibagi dua “. dan sebagainya. Tiap dalil dibuktikan kebenarannya berdasarkan ketentuan-ketentuan yang mengawalinya, yaitu aksioma yang ada.
Sebuah aksioma Euclid yang menjadi persoalan dan banyakl dipelajari oleh ahli-ahli ilmu pasti yang datang kemudian adalah aksioma kesejajaran. Aksioma tersebut menyatakan bahwa “ melalui satu titik dalam sebuah bidang datar hanya dapat ditarik sebuah garis lurus yang sejajar dengan garis lurus lainnya dalam bidang itu “. Barulah pada abad XIX aksioma itu menyebabkan penemuan yang revolusioner dalam bidang matematika umumnya dan dalam ilmu ukur pada khususnya.
Apollomeus ( 265 –m190 SM ) adalah seorang ahli geometrid an matematika yang dilahirkan di Perga ( sekarang Turki ) dan belajar di Alexandria . hasil karyanya dalam geometri dituliskan dalam 13 jilid buku, antara lain tentang potongan suatu kerucut. Dalam kaitan dengan bentuk potongan kerucut, ia memperkenalkan istilah elips, parabola, dan hiperbola. Hukum-hukum tentang potongan-potongan itu dapat ditemukan dengan cara ilmu ukur.
Dibandingkan dengan penemuan Euclid , penemuan Appollomeus tidak ada penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya , penemuan Euclid masih dapat dipergunakan sekedarnya, misalnya dalam pengukuran tanah atau bangunan-bangunan. Sekalipun demikian, ilmu ukur ciptaan Euclid dan Apollomeus terus –menerus menjadi mata pelajaran dalam lembaga pendidikan dan merupakan latihan cara berpikir, sehingga tampaknya seolah-olah tidak berguna. Keadaan inilah yang sering disindir dengan ejekan “ ilmu untuk ilmu “( Science for the sake of science ) atau “ menara gading ilmu pengetahuan ( science in an ivory tower ) ( Santoso, 1977:49 )
Archimides ( 287 -212 SM ) adalah seorang ahli matematika, fisika dan penemu, yang telah memberikan sumbangan nyata dalam geometrid an matematika, meletakkan dasar-dasar dalam bidang statistika, hidrostatika serta telah menemukan alat-alat yang berguna bagi masyarakat, antara lain alat yang berbentuk ulir atau sekrup besar untuk memindahkan air dari tempat rendah ke tempat yang lebih tinggi dengan cara diputar. Waktu itu ia berusaha menaikkan air dari sungai Nil guna mengairi lahan pertanian. Di samping itu ia juga menulis tentang mekanika, optic dan astronomi. Oleh karena tulisan-tulisannya meliputi berbagai bidang pengetahuan, tulisannya itu menyerupai ensiklopedi.
Dalam bidang ilmu pasti. Archimides mempelajari tentang pengukuran luas daerah yang dibatasi oleh garis lengkung. Daerah tersebut dibagi-bagi dalam sejumlah segi empat sampai ke segi empat yang paling kecil, sehingga perbedaan luas antara jumlah semua segi empat dengan lingkaran menjadi semakin kecil. Dengan kata lain, pada zaman sekarang hal ini sama dengan “ luas lingkaran merupakan limit dari jumlah luas semua segi empatnya “. Oleh karena metode ini “ menghabiskan” luas lingkaran ke dalam sejumlah segi empat, maka metode ini diberi nama method of exchaustion . Di kemudian hari metode ini akan mendasari perhitungan diferensial-integral Newton, yang umumnya dikenal sebagai calculus.
Berkenaan dengan soal empiris, yaitu penyusunan teori yang kemudian dibuktikan dengan percobaan-percobaan , Archimides menemukan Hukum Archimides , yang menetapkan “ kehilangan berat suatu benda yang terendam air “. Penemuan ini dimulai dengan pengalaman ( empiri ) yang kemudian diidealisasikan dalam alam pikiran ( analisa teoritis ) . dan kemudian dibuktikan dengan percobaan ( experimental confirmation ) . Dengan demikian maka sebenarnya Archimides telah menemukan landasan ilmu pengetahuan modern.
Archimides juga menemukan alat pengungkit, yang dapat mengangkat atau memindahkan benda yang berat dengan kekuatan yang sedikit. Ini merupakan sumbangannya dalam bidang statika. Dalam mengukur panjang lingkaran ia memperoleh harga II, yaitu 31/7 > II > 310/71
Pada waktu kota Syracuse diserang oleh tentara Romawi kira-kira pada tahun 24 SM, Archimides ikut membantu tentara mempertahankan Syracuse dengan cara membuat alat-alat persenjataan, misalnya pelempar peluru yang pada masa itu merupakan senjata yang digunakan membunuh lawan dari jarak jauh.
Aristarchus dari Samos ( 310 -230 SM ) adalah orang pertama yang dengan tegas menyatakan bahwa bumi itu bulat, berputar sendiri dan bergerak mengelilngi matahari atau helliocentris. Selaku seorang ahli astronomi ia selalu mengadakan pengamatan terhadap benda-benda angkasa. Ia berpendapat bahwa waktu terjadi gerhana bulan, bumi terletak di antara matahari dan bulan. Jika demikian, maka yang menutupi bulan adalah bayangan bumi yang “mencuri” cahaya matahari. Selain itu bayangan bumi yang terlihat pada permukaan bulan itu selalu lengkung. Banyangan yang selalu lengkung, hanya mungkin kalau benda yang menyebabkan bayangan tersebut juga bundar. Kalau bumi bundar maka benda-benda angkasa lainnya pun bundar semua. Dengan demikian, pendapat semula yang mengatakan bumi itu datar, tidaklah benar. Oleh karena, menurut pengukuran Aristarchus, matahari 180 kali lebih besar daripada bumi, maka bumilah yang mengelilingi matahri. Berhubung prinsip helliocentrisme ini bertentangan dengan pendapat umum serta pemuka agama pada waktu itu, maka pendapat Aristarchus tidak diperhatikan orang.
Hipparchus ( 194 – 120 SM ) adalah seorang ahli astronomi Yunani dan juga ahli matematika. Ia mengadakan pengamatan astronomi di Rhodes sejak tahun 162 hingga tahun 126 SM dan telah menulis 14 buku tentang hasil pengamatannya. Di samping pengamatan, dengan bantuan matematika yang ia kuasai, Hipparchus melakukan beberapa perhitungan tentang jarak benda-benda angkasa. Berbeda dengan Aristarchus, Hipparchus masih berpendapat bahwa bumi adalah pusat segalanya. Matahari dan bintang-bintang bergerak mengelilingi bumi dalam lintasan yang berbentuk lingkaran sempurna.
Seorang ahli astronomi lain adalah Claudius Ptolomeus ( 127 – 151 SM ). Ia menuliskan hasil karyanya uyang merupakan ensiklopedi astronomi dengan dasar hasil karya Hipparchus. Tulisannya dinamakan Syntaxis yang dalam tangan seorang bangsa Arab lebih dikenal dengan nama Algamest, dan menjadi sumber pengetahuan dalam bidang astronomi sampai masa Copernicus dan Kepler. Ptolomeus memperbaiki dan mengembangkan trigonometri. Selain astronomi, ia juga mempelajari geografi dan telah membuat peta bumi dengan bahan-bahan informasi dari pedagang atau pengembara yang telah melintasi banyak daerah.
Dua orang yang memberikan sumbangan besar dalam bidang kedokteran di Alexandria ialah Herophillus dan Erasistratus. Herophilus terkenal pada masa pemerintahan Ptolomeus I sebagai dokter dan ahli astronomi manusia. Pengobatan dilakukan berdasarkan pengalaman yang diperolehnya dan pengamatan secara empiris. Ia dapat menjelaskan dengan baik fungsi berbagai organ tubuh.
Erasistratus tertarik pada bidang fisologi dan menjadi orang pertama yang mempelajarinya sebagai suatu bidang pengetahuan tersendiri. Ia melakukan pembedahan pada manusia dan melakukan penelitian menggunakan binatang. Seperti halnya Herophilus ia juga mempelajari berbagai organ tubuh manusia.


Silahkan baca juga artikel di bawah ini...



Widget by Hoctro | Jack Book

Tidak ada komentar:

Posting Komentar