mungkin rizqi anda :

Selamat Datang ! Selamat Membaca ! jumlah pengunjung dari negara: ...

free counters

Minggu, 08 Agustus 2010

APAKAH KITA SEDANG MENUJU SUKSES AKHIRAT ?


Marhaban Ya Ramadhan !

Pada bulan Ramadhan, banyak orang ‘mendadak jadi shaleh’. Yang tadinya jarang ke mesjid, tiba-tiba semangat untuk tarawih. Yang tadinya jarang ikut pengajian, tiba-tiba hobi dengan ceramah dan lagu rohani. Kemudian ketika lebaran tiba, sibuk silaturahmi, dan selanjutnya hilang kembali keshalehan mendadak tersebut. Begitukah ?
Berarti pencapaian perilaku saat puasa itu sangat sesaat, bukan indikator yang praktis. Itu ibarat orang dapat proyek besar, lalu dapat uang banyak. Sekejap dia menjadi orang kaya yang sukses materi. Lalu sibuk belanja. Lalu tak lama kemudian kembali menjadi orang yang punya hutang. Kekayaannya yang sekejap hanyalah indikator semu. Apa sebenarnya indikator yang tepat menuju sukses di akhirat ?

Pertanyaan yang sulit. Sebab tidak ada orang di jaman ini yang berhak memberi status, apakah seseorang sedang menuju sukses akhirat, atau menjauhinya. Dulu di jaman Nabi Muhammad saw,beliau beberapa kali, memberi status ke beberapa sahabat, si anu masuk Surga, si fulan masuk Neraka. Ilmu itu ada pada beliau. Lalu di jaman sekarang ini apa yang harus dipegang sebagai indikator ?
Indikator ini semestinya adalah sebuah indikator praktis yang bisa dipantau sendiri, persis seperti speedometer di kendaraan. Jadi tidak perlu seseorang memberi analisisnya untuk orang lain.
Seseorang sebaiknya memantau indikatornya sendiri daripada sibuk memantau indikator orang lain. Dia memiliki problem yang sama dengan orang lainnya. Indikator ini penting.
Semestinya dalam menentukan indikator berpegang pada akal sehat, yang tak begitu kelihatan namun jauh lebih hakiki. Seseorang boleh tampak sederhana, baju biasa saja, rumah biasa saja, kendaraan hanya sepeda motor. Tapi orang ini merdeka karena pendapatan-nya melebihi pengeluarannya setiap bulan. Orang ini kaya.
Sebaliknya seseorang punya mobil mewah, rumah keren, dengan gaya hidup yang mewah. Tapi pendapatan-nya nol besar. Jelas yang ini cuman ‘kelihatan’ kaya, aslinya adalah miskin. Demikian juga dengan amalan itu, jangan-jangan keshalehan mendadak di bulan puasa itu akhirnya hanya indikator yang melenakan. Merasa sudah akan sukses di akhirat, ternyata masih termasuk yang dimurkai Allah. Demikian pula dengan yang bolak-balik umroh maupun haji berkali-kali, jangan-jangan juga ditolak semua ibadahnya itu.
Jadi indikator apa yang tepat bahwa seseorang sedang menuju kesuksesan di akhirat ?
Sejauh ini, walau belum mendetail dicari, jawabannya pasti ada di Al-Qur’an dan Hadits. Mari kita cari yang praktis, yang setiap saat dengan mudah bisa mengukurnya tanpa harus minta tolong orang lain untuk memberi penilaian.
Membaca buku Al Ghazali tentang rahasia shalat, ada satu hal yang melekat. Kata Al Ghazali, kalau seseorang yang ingin bangun malam untuk Shalat Tahajud, maka syaratnya adalah hari sebelumnya tidak melakukan maksiat. Kalau kita bersih, maka bangun malam menjadi mudah. Kalau ada maksiat, maka bangun menjadi sulit. Al Ghazali benar. Rasanya memang ada hubungan sebab-akibat yang kuat antara kualitas amal sebelumnya dengan kemudahan amal berikutnya. Berarti kalau makin lama makin
nyaman beramal shaleh (shalat, sedekah, mengajar ilmu, bekerja dengan tulus, tidak ngrasani orang lain, dll) berarti orang itu di jalur yang benar. Grafik amal baiknya bergerak naik, mestinya.
Mungkinkah ini indikator yang tepat ? lalu Cara memberi skornya bagaimana ?
Atau mungkin indikator yang lebih tepat adalah jumlah shalat khusyu yang dirasakan ? Katanya, sholat khusyu itu karunia, sesuatu yang diberikan kepada orang yang ingin bersungguh-sungguh shalat. Mendapat khusyu itu ciri seseorang di jalur yang benar. Jadi kalau dalam satu hari seseorang sholat 5 kali dan tidak khusyu semua, berarti skor ’speedometer’ nya nol Kalau satu sholat saja dirasakan khusyu maka skornya 20 persen, kalau semuanya khusyu berarti sukses skor 100 persen. Skor berguna,
seperti halnya angka-angka di speedometer. Walaupun mungkin skornya naik turun,itu lebih baik daripada tanpa skor sama sekali.
Sejauh ini kira-kira di sekitar itulah diduga letak indikator yang praktis untuk dipantau sehari-hari. Semestinya indikatornya kombinasi, satu untuk hubungan langsung dengan Allah dan satu lagi untuk ibadah sosial, supaya menggambarkan amalan yang lebih luas. Misalnya, jumlah shalat khusyu dan persentase sedekah dari penghasilan. Dua indikator ini cukup praktis karena mudah memantaunya dan dapat dibuat menjadi skor. Tentu saja ini buat diri sendiri, jadi terserah masing-
masing untuk membuat indikator sendiri. Yang jelas, tanpa indikator akan berakibat hidup ini menjadi sulit diarahkan, lalu bisa jadi orang akan terkejut dan menyesal di kemudian hari, ketika telah tiba masanya nanti untuk berpulang.
Indikator ! mari kita cari untuk menyelamatkan diri kita masing-masing dalam menempuh ujian singkat di dunia ini. Semoga puasa kita dapat mengembalikan kita kepada fitrah kita, amien !
Marhaban ya Ramadhan !

Silahkan baca juga artikel di bawah ini...



Widget by Hoctro | Jack Book

Tidak ada komentar:

Posting Komentar